Kegiatan pasukan pengibar bendera pusaka menjadi ekstrakurikuler yang
digemari sebagian siswa SMA. Hampir tiap sekolah punya Paskibraka. Ada
yang dikemas sebagai ekskul, tetapi ada juga yang menjadi kegiatan
mandiri di luar OSIS.
Tugas utama anggota Paskibraka adalah
menjadi petugas upacara, seperti pada upacara bendera rutin dan
peringatan proklamasi kemerdekaan. Namun, tak berarti mereka hanya bisa
berjalan tegap dan seirama bersama anggota Paskibraka lainnya.
Anggota
pasukan pengibar bendera pusaka (Paskibraka) juga dituntut mampu
berkreasi membuat formasi-formasi di peleton mereka. Penampilan dalam
formasi baris-berbaris biasanya mereka tampilkan dalam lomba yang
digelar sejumlah instansi.
Salah satu sekolah yang aktif mengikuti
lomba sekaligus mengadakan lomba adalah SMAN 2 Madiun, Jawa Timur
(Jatim). Di sini setiap tahun peserta Paskib, begitu mereka biasa
menyebut Paskibraka, mengikuti lomba Paskibraka se-Jatim.
Pengurus
Paskibraka SMAN 2 Madiun tak hanya menjadi peserta lomba. Mereka juga
mengadakan lomba berbaris kreasi dengan mengundang siswa SMA dan
sederajat se-Jatim. Peserta lomba mencapai 30 sekolah dari Madiun dan
kota-kota lain. Ada dua kategori lomba, peraturan baris-berbaris (PBB)
murni dan kreasi.
”PBB murni hanya baris-berbaris biasa seperti
hadap kanan-kiri. Kalau PBB kreasi, kita berbaris sambil membuat
berbagai formasi,” kata Annisa Dwi Arbaningrum, siswa kelas XII IPS yang
menjadi pengurus Seksi Dokumentasi Paskibraka SMAN 2 Madiun.
Prestasi
anak Paskibraka sekolah itu lumayan. Mereka pernah menjadi juara
pertama lomba PBB murni se-Jatim dan juara ketiga lomba PBB kreasi
se-Jatim.
”Kami sering mendapat undangan ikut lomba
baris-berbaris. Sekolah yang mengurus keperluan kami, misalnya ke
Surabaya atau Kediri,” kata Annis, panggilannya. Pimpinan SMAN 2 Madiun
minimal memberangkatkan satu peleton (terdiri 16 orang) plus guru
pembimbing.
Siswa SMAN 9 Kota Tangerang, Banten, pun tak kalah
aktif dalam Paskibraka. Dita Ardila, siswa kelas XII IPS sekolah itu
yang kini menjadi senior tingkat II Paskibraka SMAN 9 Kota Tangerang,
mengatakan, Paskibraka dibentuk tahun 2004.
”Pembentukannya
berawal saat anak sekolahku dilatih siswa SMAN 3 Kota Tangerang. Sampai
sekarang kami menganggap siswa SMAN 3 sebagai senior kami,” katanya.
Pimpinan
sekolah itu juga sering mengirimkan siswanya ikut lomba PBB
se-Tangerang ataupun Banten. ”Walau belum pernah menjadi juara pertama,
siswa sekolah kami pernah menjadi komandan peleton terbaik,” kata Dita
yang ikut Paskibraka sejak kelas X.
Di Jakarta, salah satu
sekolah yang punya kegiatan Paskibraka adalah SMA PSKD 4 Melawai,
Jakarta Selatan. Ratih Sonia Setyawati, Ketua Paskibraka SMA 4 PSKD,
mengakui, sebenarnya kegiatan itu sudah bertahun-tahun ada di
sekolahnya. Namun, tak banyak siswa yang ikut.
”Di angkatanku
paling banyak 15 anak yang ikut Paskibraka,” kata siswa kelas XII IPA
ini. Minimnya anggota Paskibraka tak membuat mereka malas berlatih.
Mereka tetap berlatih setiap Kamis seusai pelajaran sekolah.
Disiplin dan kompak
Sebagian
siswa, termasuk peserta Paskibraka, berpendapat, kegiatan anggota
Paskibraka lebih banyak menguras energi dan membuat kulit terbakar
matahari. Tiga cewek yang aktif di Paskibraka, seperti Dita, Ratih, dan
Annis, mengakuinya.
”Latihan (Paskibraka) bikin kulitku makin
hitam, ha-ha-ha,” ujar Dita. Maklum, latihan Paskibraka selalu diadakan
di lapangan terbuka saat matahari tengah bersinar terik. Pelaksanaan
upacara biasanya juga pada siang hari.
Namun, siswa yang telanjur
menyukai Paskibraka pasti tak mau meninggalkan latihan itu. Lalu, apa
yang mereka cari dari ”baris-berbaris” ini?
”Aku ingin menjadi petugas upacara yang kebagian membawa bendera Merah Putih atau yang mengibarkannya,” ujar Annis.
Menurut
dia, mengibarkan bendera membuat ia merasa makin menghargai
kemerdekaan bangsa Indonesia. ”Sewaktu memegang Merah Putih, aku
membayangkan betapa susah pejuang kita saat mau mengibarkannya. Ini
membuat aku lebih menghargai jasa para pahlawan,” katanya.
Setelah
ikut seleksi, Annis menjadi salah satu anggota Paskibraka di kotanya.
Ia, tim pelajar SMA lain, dan anggota TNI-Polri akan menjadi petugas
upacara pada peringatan HUT Ke-67 RI di Alun-alun Kota Madiun pada 17
Agustus nanti.
Dita dan Ratih yang kebagian menjadi petugas
upacara di sekolah masing-masing pada 17 Agustus merasa bangga menjadi
pengibar bendera. ”Banggalah, kan, enggak semua orang mau dan mampu
menjadi petugas upacara, apalagi bagian pengibar bendera,” kata Dita.
Kekompakan
menjadi ciri anggota Paskibraka, tidak hanya kompak antara senior dan
yunior, tetapi juga antara anggota aktif dan alumni. Oleh karena itu,
di beberapa sekolah, kegiatan Paskibraka tak memerlukan pelatih khusus.
Di sini anggota senior atau alumni yang melatih adik kelasnya.
Saat
mereka ikut lomba, alumni pun menjadi pendukungnya. Mungkin karena
itulah, di sekolah justru jarang ada faktor kekerasan dalam Paskibraka.
”Kalau ada di antara kami yang salah langkah dalam berbaris, tanpa disuruh pun kami push up minimal tiga kali,” ujar Ratih.
Secara
umum mereka mengaku mendapat manfaat dari Paskibraka, antara lain
lebih disiplin, kompak, dan fokus pada apa yang harus dikerjakan.
”Tiga
faktor itu harus kami lakukan saat berlatih dan bertugas,” kata Ratih.
Dampak lanjutannya, ia merasa malu bila terlambat ke sekolah. ”Masak
anak Paskibraka telat, sih. Ini enggak sesuai ciri kegiatan kami yang
penuh disiplin,” katanya.
Tak hanya siswa yang mendapat manfaat,
orangtua pun senang anaknya ikut Paskibraka. ”Dua anak saya ikut
Paskibraka. Mereka menjadi lebih disiplin, percaya diri, dan sayang
kepada teman. Karena itulah yang diajarkan di Paskibraka,” ujar Sudjadi,
guru Bahasa Indonesia SMAN 2 Madiun yang membina Paskibraka di sekolah
itu. (SOELASTRI SOEKIRNO)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar