Kamis, 27 September 2012






    KEGIATAN PASKIBRA

    Kegiatan pasukan pengibar bendera pusaka menjadi ekstrakurikuler yang digemari sebagian siswa SMA. Hampir tiap sekolah punya Paskibraka. Ada yang dikemas sebagai ekskul, tetapi ada juga yang menjadi kegiatan mandiri di luar OSIS.
    Tugas utama anggota Paskibraka adalah menjadi petugas upacara, seperti pada upacara bendera rutin dan peringatan proklamasi kemerdekaan. Namun, tak berarti mereka hanya bisa berjalan tegap dan seirama bersama anggota Paskibraka lainnya.
    Anggota pasukan pengibar bendera pusaka (Paskibraka) juga dituntut mampu berkreasi membuat formasi-formasi di peleton mereka. Penampilan dalam formasi baris-berbaris biasanya mereka tampilkan dalam lomba yang digelar sejumlah instansi.
    Salah satu sekolah yang aktif mengikuti lomba sekaligus mengadakan lomba adalah SMAN 2 Madiun, Jawa Timur (Jatim). Di sini setiap tahun peserta Paskib, begitu mereka biasa menyebut Paskibraka, mengikuti lomba Paskibraka se-Jatim.
    Pengurus Paskibraka SMAN 2 Madiun tak hanya menjadi peserta lomba. Mereka juga mengadakan lomba berbaris kreasi dengan mengundang siswa SMA dan sederajat se-Jatim. Peserta lomba mencapai 30 sekolah dari Madiun dan kota-kota lain. Ada dua kategori lomba, peraturan baris-berbaris (PBB) murni dan kreasi.
    ”PBB murni hanya baris-berbaris biasa seperti hadap kanan-kiri. Kalau PBB kreasi, kita berbaris sambil membuat berbagai formasi,” kata Annisa Dwi Arbaningrum, siswa kelas XII IPS yang menjadi pengurus Seksi Dokumentasi Paskibraka SMAN 2 Madiun.
    Prestasi anak Paskibraka sekolah itu lumayan. Mereka pernah menjadi juara pertama lomba PBB murni se-Jatim dan juara ketiga lomba PBB kreasi se-Jatim.
    ”Kami sering mendapat undangan ikut lomba baris-berbaris. Sekolah yang mengurus keperluan kami, misalnya ke Surabaya atau Kediri,” kata Annis, panggilannya. Pimpinan SMAN 2 Madiun minimal memberangkatkan satu peleton (terdiri 16 orang) plus guru pembimbing.
    Siswa SMAN 9 Kota Tangerang, Banten, pun tak kalah aktif dalam Paskibraka. Dita Ardila, siswa kelas XII IPS sekolah itu yang kini menjadi senior tingkat II Paskibraka SMAN 9 Kota Tangerang, mengatakan, Paskibraka dibentuk tahun 2004.
    ”Pembentukannya berawal saat anak sekolahku dilatih siswa SMAN 3 Kota Tangerang. Sampai sekarang kami menganggap siswa SMAN 3 sebagai senior kami,” katanya.
    Pimpinan sekolah itu juga sering mengirimkan siswanya ikut lomba PBB se-Tangerang ataupun Banten. ”Walau belum pernah menjadi juara pertama, siswa sekolah kami pernah menjadi komandan peleton terbaik,” kata Dita yang ikut Paskibraka sejak kelas X.
    Di Jakarta, salah satu sekolah yang punya kegiatan Paskibraka adalah SMA PSKD 4 Melawai, Jakarta Selatan. Ratih Sonia Setyawati, Ketua Paskibraka SMA 4 PSKD, mengakui, sebenarnya kegiatan itu sudah bertahun-tahun ada di sekolahnya. Namun, tak banyak siswa yang ikut.
    ”Di angkatanku paling banyak 15 anak yang ikut Paskibraka,” kata siswa kelas XII IPA ini. Minimnya anggota Paskibraka tak membuat mereka malas berlatih. Mereka tetap berlatih setiap Kamis seusai pelajaran sekolah.
    Disiplin dan kompak
    Sebagian siswa, termasuk peserta Paskibraka, berpendapat, kegiatan anggota Paskibraka lebih banyak menguras energi dan membuat kulit terbakar matahari. Tiga cewek yang aktif di Paskibraka, seperti Dita, Ratih, dan Annis, mengakuinya.
    ”Latihan (Paskibraka) bikin kulitku makin hitam, ha-ha-ha,” ujar Dita. Maklum, latihan Paskibraka selalu diadakan di lapangan terbuka saat matahari tengah bersinar terik. Pelaksanaan upacara biasanya juga pada siang hari.
    Namun, siswa yang telanjur menyukai Paskibraka pasti tak mau meninggalkan latihan itu. Lalu, apa yang mereka cari dari ”baris-berbaris” ini?
    ”Aku ingin menjadi petugas upacara yang kebagian membawa bendera Merah Putih atau yang mengibarkannya,” ujar Annis.
    Menurut dia, mengibarkan bendera membuat ia merasa makin menghargai kemerdekaan bangsa Indonesia. ”Sewaktu memegang Merah Putih, aku membayangkan betapa susah pejuang kita saat mau mengibarkannya. Ini membuat aku lebih menghargai jasa para pahlawan,” katanya.
    Setelah ikut seleksi, Annis menjadi salah satu anggota Paskibraka di kotanya. Ia, tim pelajar SMA lain, dan anggota TNI-Polri akan menjadi petugas upacara pada peringatan HUT Ke-67 RI di Alun-alun Kota Madiun pada 17 Agustus nanti.
    Dita dan Ratih yang kebagian menjadi petugas upacara di sekolah masing-masing pada 17 Agustus merasa bangga menjadi pengibar bendera. ”Banggalah, kan, enggak semua orang mau dan mampu menjadi petugas upacara, apalagi bagian pengibar bendera,” kata Dita.
    Kekompakan menjadi ciri anggota Paskibraka, tidak hanya kompak antara senior dan yunior, tetapi juga antara anggota aktif dan alumni. Oleh karena itu, di beberapa sekolah, kegiatan Paskibraka tak memerlukan pelatih khusus. Di sini anggota senior atau alumni yang melatih adik kelasnya.
    Saat mereka ikut lomba, alumni pun menjadi pendukungnya. Mungkin karena itulah, di sekolah justru jarang ada faktor kekerasan dalam Paskibraka.
    ”Kalau ada di antara kami yang salah langkah dalam berbaris, tanpa disuruh pun kami push up minimal tiga kali,” ujar Ratih.
    Secara umum mereka mengaku mendapat manfaat dari Paskibraka, antara lain lebih disiplin, kompak, dan fokus pada apa yang harus dikerjakan.
    ”Tiga faktor itu harus kami lakukan saat berlatih dan bertugas,” kata Ratih. Dampak lanjutannya, ia merasa malu bila terlambat ke sekolah. ”Masak anak Paskibraka telat, sih. Ini enggak sesuai ciri kegiatan kami yang penuh disiplin,” katanya.
    Tak hanya siswa yang mendapat manfaat, orangtua pun senang anaknya ikut Paskibraka. ”Dua anak saya ikut Paskibraka. Mereka menjadi lebih disiplin, percaya diri, dan sayang kepada teman. Karena itulah yang diajarkan di Paskibraka,” ujar Sudjadi, guru Bahasa Indonesia SMAN 2 Madiun yang membina Paskibraka di sekolah itu. (SOELASTRI SOEKIRNO)

    Rabu, 26 September 2012


















    Kamis, 20 September 2012

    Paskibraka, Pasukan Pengibar Bendera Pusaka. Sebuah kata sebagai cover bagi generasi bangsa Indonesia yang memiliki jiwa kepemimpinan, bertanggung jawab, patriotisme, nasionalisme, mencintai Indonesia dengan sepenuh hati, dan memiliki keinginan yang kuat untuk mengibarkan sang merah putih. Sejarah demi sejarah yang ditorehkan oleh para pahlawan bangsa, setitik hingga gumpalan darah yang mereka korbankan demi bangsa Indonesia menjadi sebuah motivasi yang menggugah hati kami untuk berjuang mengibarkan sang merah putih.

    “Dulu para pahlawan mempertaruhkan nyawanya demi mengibarkan sang merah putih, Kalian paskibraka hanya diminta untuk berjuang, hanya mengeluarkan keringat yang tak sebanding dengan pengorbanan para pendahulu bangsa ini.” torehan kata pelatih paskibraka yang membuat saya membayangkan perasaan para pelatih yang sebenarnya ingin agar kami melakukan yang terbaik.

    Tidak segampang membalikkan telapak tangan untuk dapat menjadi anggota paskibraka. Menjadi calon paskibrakapun membutuhkan kerja keras dan usaha. Then, I want to tell you about my story as paskibraka. And the title is “Kebersamaan yang Tak Terlupakan”.

    Latihan dan seleksi ditingkat sekolah. Terik matahari yang selalu setia hadir saat para Purna Paskibraka SMAN 1 Makale dengan rela turun tangan melatih Peraturan Baris Berbaris. Langkah tegap, jalan di tempat, hormat, dan gerakan dasar PBB yang lain, serta satu hal yang selalu diingatkan “aseemmmm” tetap tersenyum akan menjadi modal awal kami untuk maju ke tahap selanjutnya.

    29 Juli 2011. Lapangan Kasimpo. Seleksi tahap pertama yang berlangsung di bawah rintik hujan. Langit mendung, dingin menusuk masuk melalui pori-pori namun tak mematahkan semangat kami. “Always do my best” sebuah kalimat yang selalu menjadi motivasi ku. Melihat wajah-wajah baru, mengenal siswa-siswi dari sekolah lain dan berjuang bersama. Seleksi yang dilakukan menguras keringat para penyeleksi dalam menentukan siswa-siswi yang pantas menjadi paskibraka berdasarkan gerakan PBB. Namun, harus ada keputusan yang diambil oleh tim penyeleksi. Doa yang pasti ada di dalam hati semua peserta, “Semoga pena penyeleksi menggoreskan nama ku di dalam kertas kelulusan seleksi tahap awal ini.” And finally, this is it! Congratulation kepada peserta yang lolos tahap awal, Thanks God.

    Seleksi tahap kedua. Bagi tim penyeleksi sangat sulit untuk menentukan siapa yang terbaik diantara yang terbaik. Satu nilai plus yang diperhatikan dalam tahap ini yaitu aseemmmm, always keep smiling guys. Hentakan langkah tegap para peserta didalam suasana ketegangan akan harapan agar tangan tim penyeleksi tidak menyentuh peserta dan mengeluarkan dari barisan. Satu per satu peserta dikeluarkan dari barisan. “We hope all of us can go to the next step but unfortunately we can’t, harus ada yang gugur. Finally, terpilihlah 70 siswa-siswi that the best of the best. Sebuah pelajaran yang dapat dipetik dalam hal ini yaitu mensyukuri karunia dan kesempatan yang telah diberikan dan dipercayakan.

    Masa latihan dasar. GNI Makale. Pengenalan pelatih, bertemu dengan teman-teman baru yang memiliki tujuan yang sama. Masa latihan dasar yang dilewati memang berat, perasaan lelah dan dongkol tak dapat dipungkiri. Namun, berusahalah tuk tetap tersenyum dalam melewati semua itu. Karena saya yakin, “Para pelatih ingin yang tebaik bagi kita.” Amarah para pelatih, ucapan yang merupakan khilafnya, hukuman yang mereka berikan, merupakan serangkaian pelajaran dan bekal bagi masa depan untuk tidak memanjakan diri tetapi memiliki jiwa yang bertanggung jawab.

    “Do the right things, first time, everytime. Lakukan semuanya sebaik mungkin, pada kesempatan pertama, dan setiap saat.” Torehan ucapan seorang pelatih yang perfectionis, menginginkan semuanya tampak sempurna. Perfect is impossible, tetapi dari kata-kata dan keinginan sang pelatih, saya pun berusaha untuk melakukan yang terbaik dan mengikuti perintah yang diberikan. Dan saya bersyukur dapat hadir ditengah-tengah anggota calon paskibraka. Karena saya dapat merasakan hal baru yang belum pernah saya rasakan sebelumnya.

    Penuh pertanyaan, bayangan-bayangan yang telah terfikirkan sejak awal, rasa bahagia, rasa takut untuk satu tahap berikutnya, masa karantina. Cerita lalu dari para purna mengenai masa karantina serasa berusaha menciutkan nyali para calon paskibraka. Tetapi satu hal yang harus diyakinkan dalam diri masing-masing, “We can. Lalui segala rangkaian tantangan yang dihadapkan kepada kita.” Dan kami berhasil. Masa karantina tidak lagi segelap bayangan awal. Penuh cerita, tawa, dan kenangan indah yang tak akan terlupakan. Namun dibalik itu semua, kami kehilangan seorang sosok yang seharusnya hadir berkumpul bersama kami. Pelatih memang tegas. Apapun yang mereka ucapkan adalah sebuah kesungguhan dan keharusan untuk mendisiplin kami.

    13 Agustus 2011. Karantina. “Kalian menjadi paskibraka hanya satu kali seumur hidup. Sampai matipun kalian tidak akan menjadi paskibraka untuk yang kedua kalinya.” Sebuah motivasi bagi kami untuk benar-benar menggunakan kesempatan ini dengan sebaik-baiknya. 69 Calon Paskibraka Kab. Tana Toraja 2011 memasuki masa karantina. Masa ini adalah tempat yang banyak mengukirkan kenangan, mulai dari kebersamaan, cinta, rasa saling memiliki, dan menyatukan tekad.

    Cinta masa paskibra. Tak dapat dipungkiri diantara para calon paskibra ada yang hatinya nyangkut kepada sesama. Indahnya masa remaja terkuak secara perlahan. Mulai dari kenalan lebih jauh, PDKT, sampai akhirnya diantara kami ada yang jadian. Happily ever after, semoga langgeng.

    Rasa saling memiliki yang terjalin dan tak ingin kehilangan. Saat salah seorang diantara kami berulah, saat pelatih mulai naik darah, rasa itu menghampiri. Rasa pilu dan takut yang dirasakan oleh yang berulah dapat dirasakan oleh semua. Saat kau menunduk dan pasrah, saat itu pula kami kan merasakan apa yang kau rasakan. Karena kita satu. Ketika kau tersenyum dan tertawa, saat itu pula kita tertawa dan tersenyum bersama. Sebuah lagu aransemen yang hadir ditengah-tengah kita. Penggalan lagu yang tak akan terlupakan, “Sayangnya di paskibraka hukuman hanyalah push up.” Kenapa? Karena penggalan lagu itu yang menghadirkan hukuman baru bagi kita. Namun tetap, kita dapat melewatinya.

    Malam itu, sehabis gladi pengukuhan. Tundukkan kepala, renungkan sejauh mana kita berusaha dan bersama. Sejarah bendera Merah Putih. Perjuangan para pahlawan akan hal tersebut, perjuangan yang juga telah kita lakukan. Saat ucapan dan tekanan pelatih menusuk relung jiwa, saat otak mengolah setiap rangkaian kata yang terdengar, saat ku tak dapat membendung air mata ini, saat tetesan air mata itu menetes di pipi, saat semua kedongkolan yang pernah ada terhapuskan.

    Seandainya waktu yang diberikan untuk selalu bersama dapat diperpanjang. Seandainya masa ini kan selalu ada mewarnai hari-hari kita. Namun, dibalik 5 hari masa karantina ada sebuah tujuan utama yaitu mengibarkan sang Merah Putih.

    16 Agustus 2011. Pengukuhan Paskibraka Kabupaten Tana Toraja 2011. Saat lagu kebangsaan “Indonesia Raya” dikumandangkan, suasana hening dan sangat menyentuh menyeruak di dalam sebuah ruangan Kantor Bupati Tana Toraja. Iringan petikan gitar dan nyanyian lagu hymne mengantarkan langkah pembawa bendera. Satu per satu anggota Paskibra mencium sang Merah Putih dengan penuh perasaan haru dan bangga. Amanat Bupati Tana Toraja, memotivasi dan mendukung kami untuk dapat melakukan yang terbaik.

    17 Agustus 2011. Pengibaran Sang Merah Putih. Ini adalah puncak dari perjuangan kami dalam masa latihan. Disinilah tempat untuk menunjukkan kegigihan yang kami miliki, tempat untuk menunjukkan bahwa kami mampu mengibarkan Sang Merah Putih, dan tempat untuk menunjukkan bahwa kami benar-benar yang terbaik di antara yang terbaik dan tidak mengecewakan para pelatih.

    Hentakan langkah tegap pertama, diawali dengan Bismillah. Semoga kami dapat menunjukkannya sesuai dengan harapan semua orang. Tetap tersenyum, menunjukkan jiwa nasionalisme yang tinggi, semangat yang tak mudah padam, dan rasa bangga tersendiri terselip di dalam kalbu. Memandang kedepan, tak peduli kubangan air dan becek yang menghalang. Kita hantam saja.

    Lagu “Indonesia Raya” dikumandangkan, seluruh peserta upacara hormat kepada Sang Merah Putih. Saat Sang Merah Putih telah berada di ujung tiang bendera, dan tutup formasi dilakukan, keluar dari lapangan upacara dengan langkah tegap, ini menunjukkan bahwa pengibaran Sang Merah Putih suksess!!! Senang rasanya telah melewati sebuah tugas yang mulia tersebut, tapi tak sampai disini. Masih ada satu pembuktian lagi yang harus dilaksanakan, penurunan Sang Merah Putih.

    Sedikit kesalahan terjadi, but wish us luck. Penurunan Sang Merah Putih. Kurang lebih seperti pengibaran Sang Merah Putih, lagu kebangsaan mengiringi penurunan bendera kebangsaan. Saat petugas pengibar bendera melipat Sang Merah Putih kemudian meletakkannya pada sebuah baki, yeahh we get succses guys!

    Paskibraka! Sorak sorai rasa gembira menggambarkan rasa senang yang ada di dalam hati akan kesuksesan yang telah dicapai. Namun tangis akan rasa tak rela untuk melepaskan kebersamaan juga mewarnai saat itu. Pelukan bahagia, pelukan haru, menjadi kenangan indah dan mengisyaratkan bahwa kebersamaan dalam sebuah perjuangan sangatlah berarti dan tak akan terlupakan.

    Buka puasa bersama di rumah jabatan Bupati Tana Toraja. Melepaskan segala penat di dada, menghangatkan suasana dengan berjoget bersama, terseyum, tertawa, hingga ngakakk habis-habisan. Para ibu-ibu pejabat juga turut bergabung merayakan kegembiraan, para purna, dan tentunya para paskibraka.

    Rentetan kegiatan dibalik sebuah nama, Paskibraka. Mengajarkan saya untuk bersyukur atas segala yang telah dikaruniakan kepada saya, mampu mandiri, mampu untuk saling menghargai, belajar banyak akan nilai nasionalisme yang harusnya dimiliki, dan tentunya saya tak akan pernah melupakan kebersamaan yang membawa kita untuk memiliki satu rasa. Saya akan selalu merindukan saat-saat itu, Paskibraka!